Dari luar terlihat bangunan kolonial beraksen putih bak di Santorini, dengan banyak sudut-sudut indah untuk berswafoto. Para staff yang cekatan silih bergantian mengantarkan pesanan untuk pelanggan, baik di lantai satu maupun lantai dua. Kami disambut ramah dengan salah satu staff yang menuntun kami untuk mejalani protokol kesehatan sebelum melangkah masuk.
Pitaloka Sanur yang berlokasi di Jl. Batur Sari No.90, Sanur, Denpasar Selatan ini merupakan tempat sempurna untuk sekedar hang out bersama teman, mengadakan meeting, maupun edukasi rekreasi bersama keluarga. Berdiri di masa pandemi, Pitaloka Sanur berhasil menarik perhatian masyarakat terutama di sosial media, dengan bangunan estetiknya dan menu makanan khas Indonesianya.
Kami memesan beberapa hidangan, salah satunya Mie Goreng Jawa yang direkomendasikan sebagai menu andalan dengan bumbu yang didatangkan langsung dari Jawa. “Masakan Indonesia kami terinspirasi dari buku resep Soekarno berjudul Mustikarasa” ujar Devi, Manajer Restoran di Pitaloka Sanur. Menjelaskan lebih lanjut, “Dahulu kala, Soekarno senang menjelajahi kuliner daerah. Beliau mengkompilasinya menjadi sebuah buku yang tebalnya sekitar 10 cm. Merupakan sebuah tantangan menarik juga sih untuk kita disini mengangkat makanan Indonesia dengan cita rasa asli dan resep yang masih tradisional. Juga pengukuran bahan yang belum di gramasi, seperti satu ruas kunyit, dua ruas jahe dan beberapa iris cabai. Sangat menarik.”
Devi juga bercerita tentang awal dibukanya Pitaloka Sanur. Mengusung konsep kolonial dan bertujuan untuk edukasi, Pitaloka Sanur memiliki perpustakaan sendiri yang berisi duplikasi dokumen-dokumen negara. Tidak hanya bertujuan untuk tempat edukasi, tapi tempat yang nyaman untuk hang out dan menginap dengan adanya restoran dan enam kamar lengkap dengan kolam renang bersama.
“Kami berencana untuk terus berinovasi agar customer datang karena Pitaloka Sanur itu sendiri, bukan karena momen semata. Inovasi dilakukan dari segi menu dan pembuatan paket menarik untuk pengunjung. Kami juga memberikan akses kepada pengunjung untuk melakukan photoshoot tanpa biaya apapun, hanya perlu melakukan pembelian minimum Rp 100.000.” jelas Devi saat ditanyai mengenai kiat Pitaloka Sanur untuk menjaga eksistensi di persaingan industri.
Memiliki dua lantai yang beroperasional secara penuh, hampir tidak mungkin jika Pitaloka Sanur melakukan operasional secara manual; dari mencatat orderan, mengirim orderan ke kitchen, table mapping, hingga close bill. “Abacus sangat membantu operasional kami. Semua jadi serba simpel dan tertata” ujar Devi sumringah, menunjukkan tiga perangkat Abacus yang terpasang di lantai satu, lantai dua dan kasir.
Saat ditanya mengenai tips untuk tetap berkarya di masa pandemi, Devi menjelaskan bahwa semua itu hanya tentang mindset. “Jika orang-orang hanya melihat pandemi ini sebagai bencana, pasti akan diam saja dan terasa berat sekali untuk melangkah. Tapi kalau berpikir positif, kita dapat menjalaninya terlebih dahulu. Masalah pasti selalu ada, tetapi ini tentang apa langkah kita dalam menangani masalah. Jangan malah menjadi hambatan yang menggerogoti kita untuk berhenti berkarya. Jika semua orang takut berkarya saat pandemi, ekonomi Bali gak akan berputar dong.” Good point, Devi!
Seen from the outside, white-themed building as if it’s Santorini, with a lot of beautiful spots to take selfies. The skillful staff has been going back and forth to deliver orders, from the first floor to the second floor. We are welcomed by one of them who guided us to follow the health protocol before entering.
Pitaloka sanur which is located in Jl. Batur Sari no.90, Sanur, Denpasar Selatan is a perfect place to hang out with friends, hold a meeting, or just doing educational recreation with a family member. Opened its place during the pandemic, Pitaloka Sanur successfully gain social media attention with its aesthetic building and authentic Indonesian cuisine.
We’ve ordered some dishes, one of them is Mie Goreng Jawa that was recommended by the staff as their best seller with a special seasoning that comes directly from Java. “Our Indonesian cuisine was inspired by Soekarno’s recipe book, titled Mustikarasa,” said Devi, the Restaurant Manager of Pitaloka Sanur. Furtherly explaining, “Long time ago, Soekarno likes to travel a lot to do culinary taste. He compiled it into a book, measured 10cm for its thickness. Has become an interesting challenge for us here to bring up authentic Indonesian cuisine with an authentic taste and traditional recipes. Also with a traditional measurement, for example; one segment of turmeric, two segments of ginger, and a few slices of chili. Very interesting.”
Devi also told us a story about her experience of opening Pitaloka Sanur. Adapting a colonial theme and is intended for education, Pitaloka Sanur has a library that has a collection of duplicated state documents. Not only intended for educational purposes but as a place for hanging out and staying overnight with the existence of the restaurant and six rooms, complete with a public pool.
“We are planning to do constant innovation, for our customers to come and visit because of Pitaloka Sanur itself, not just because a momentum. Innovation is held towards the menu and the variety of interesting customer packages. We also allow access to the visiting customers to do a photo shoot without any additional fee, they just need to do a minimum purchase of Rp 100.000.” explain Devi when we ask about what are Pitaloka Sanur’s strategies to keep their existence in the industry.
With two floors that operated fully, it is almost impossible if Pitaloka Sanur operated manually, from order listing, table mapping, until closing bills. “Abacus helped our operation also much. Everything becomes super simple and neat” Devi talked excitedly, showing us three Abacus devices that were installed on the first floor, second floor, and cashier.
Being asked about some tips to stay productive in this pandemic, Devi has an opinion that its action out our mindset. “If people saw this pandemic as a disaster, they will do nothing and feel pressured to take action. But if we think positively, we can go through it. Problems will always exist, but this is more into the actions that we take to overcome the situation. Don’t let it become the hindrance that eats us up to stop being productive. If we all are scared to do things during a pandemic, Bali economies would not pivot, right?” Good point, Devi!